Dunia dan Jalannya ( tentang Pertanyaan dan Jawaban )

Kembali aku kisahkan sedikit perjalanan hidupku dalam pengabdianku kepada-Mu. Sore itu seperti biasanya, aku melangkahkan kakiku ke gudang rumah, melihat sepeda gunung yang menggantung ditempatnya, ku ambil dan ku bersihkan dari debu, benar-benar debu, yang terlihat kotor, namun sesungguhnya dia mampu mensucikan.

Sore yang sejuk, matahari begitu bersahabat dengan bumi, perpaduan yang cocok aku fikir, matahari dan bumi itu berjodoh, bumi tanpa matahari tiada kehidupan, matahari tanpa bumi tiada berarti. Keduanya saling membutuhkan, mungkin ini salah satu romantisme Tuhan, memadukan dua hal yang berbeda untuk saling melengkapi.

Ngomong-ngomong soal romantis, kurang romantis apa tiap sore memandang sunset disudut pojok jalan, tempatku tinggal memang nyaman, tidak terlalu tinggi sehingga cuacanya tidak begitu dingin,dan tidak terlalu rendah sehingga cuacanya tidak begitu panas, namun, aku masih bisa melihat sunset, sesuatu yang memberikanku inspirasi untuk menuliskan puisi, untuk sekedar dalam hati mengingat, bahwa aku begitu kecil dihadap-Mu, aku begitu lemah, kadang terombang-ambingkan oleh gejolak hati, iya, itu memang manusiawi, aku masih terus berproses, masih terus belajar, belajar mengenal-Mu, mengenal karya tak ternilai yang Kau cipta, Maestro kehidupan, pemilik diri dan dunia ini.

Api tak selamanya bisa membakar, begitu ketika Nabi Ibrahim memberikan pelajaran berharga bahwa atas keteguhan hatinya, Alloh seketika membuat api itu tak bisa membakarnya,begitu pula dengan air, air yang segar dan bening,  bukankah air itu sumber kehidupan ? kisah Nabi Nuh memberikan penjelasan bahwa air bisa seketika menghancurkan segalanya ketika Alloh memang berkehendak demikian. Kadang aku melihat sesuatu hanya dari apa yang aku tahu, dari apa yang terlihat oleh mata, terdengar oleh telinga.

Selama ini aku selalu bertanya-tanya, apakah aku sudah cukup melakukan hal ini itu didalam hidup yang Kau berikan ini ? Apakah aku sudah bisa dianggap menjadi orang yang pantas dijadikan panutan? Jelas jawabnya, Tentu belum. aku masih jauh sekali, masih panjang jalannya. Dan sampai kapanpun, mungkin tidak akan pernah ada kepuasan dalam diri, Karena manusia selalu ingin sesuatu yang lebih.

Hal tersebut  juga terjadi padaku. Banyak sekali pertanyaan yang aku ingin utarakan tentang hidup. Aku mulai faham, tidak semua nya bisa terjawab. Aku harus terus mencari tahu apa yang seharusnya menjadi jawaban yang benar untuk pertanyaan-pertanyaanku. Kisah yang terjadi selama ini dalam hidup, tentang banyak hal mengenai ilmu kehidupan. Kegagalan ataupun kesedihan, mungkin menjadikan sebuah penyelasan, rasa sesal kadang begitu dalam, Namun setelah menyesal, apakah itu menyelesaikan masalah ? Tentu Tidak. Lalu apa yang bisa menyelesaikan masalah ? aku sendirilah yang harus mencari tahu jawabannya, karena jadi apa aku nanti,  hanya aku dan Alloh yang mengetahui.

Tidak semua orang tahu bagaimana dan apa yang terjadi dalam hidup kita, kisah kita, suka duka yang kita alami, bahkan mereka pun tidak peduli dengan segala sesuatu yang terjadi dalam hidup kita. Karena mereka akan menilai berdasarkan apa yang mereka lihat dengan apa yang sudah kita lakukan. Namun aku akan selalu memberikan yang terbaik dalam hidup ini. Dan itulah tujuan semua orang disaat menjadi semakin dewasa.

Bukankah kita punya rencana-rencana atau tahapan yang kita fikir itu sempurna dan kita berharap dapat tercapai, bukan hidup jika tak ada tantangan dan rintangan datang menghadang, memberikan kita peringatan, memberikan kita nasehat, bahwa jangan sesekali kita merasa besar diri, keras hati, kadang butuh sedikit modifikasi, meski jalannya agak bergelombang, asal tetap sampai tujuan. Dengan semakin bertambah dewasanya umur, aku agaknya mengerti dan belajar bagaimana untuk bisa memahami tujuan dari kehidupan ini. Semakin mendalami makna hidup, semakin besar niatku untuk menjadikan hidup ini lebih baik, agar semakin banyak jawaban-jawaban yang bisa aku dapatkan.

Aku ingin mengajakmu menari wahai mimpi-mimpi, meski aku bukan seorang ahli tari, aku ingin mengajakmu terbang setinggi mungkin wahai mimpi, meski aku tak punya alat untuk membawamu melewati jutaan kilometer batas bumi. Aku ingin mengajakmu untuk duduk bersama, untuk mendengar pula kisahku, untuk memberitahumu bahwa engkau bukan hanya sekedar sesuatu yang aku kejar, namun menjadi sahabat, hanya kepada Alloh, aku letakkan alasan-alasan aku masih disini.

Semarang, 2 Agustus 2014

M.Aulia Fachrudin

0 komentar:

Posting Komentar

My Instagram